Tuesday 12 May 2015

Kesetaraan Gender?
Sekian lama pohon fikiran di kepala saya ngebet ingin berbuah, tapi tidak seperti pohon beneran  yang berbuah sesuai musim, buah di fikiran saya ini terjeda sedemikian lama hingga akhirnya saya merasa sekarang saatnya buah itu dipanen. Topik ini  penting untuk dikemukakan namun sekaligus membuat saya berhati-hati dan cenderung paranoid. Karena ini terkait hagemoni emansipasi wanita yang sensitif dibicarakan pria. Dan lagipula sepertinya sedikit sekali wanita yang mengerti hal ini ketika saya  ajak berdiskusi (atau mungkin saya kurang banyak berdiskusi dengan wanita yang lain selain istri saya, hehe).

Tulisan ini berpotensi memicu sikap defensif dari para feminist. Tapi percayalah bagi Anda para feminist, tulisan ini sesungguhnya lebih berpihak pada kodrat feminin wanita, lebih dari apa yang Anda kira.

Senjata Wanita

Banyak permasalahan hubungan pria dan wanita yang terjadi di sekitar kita  timbul akibat ketidakmampuan wanita untuk mengerti dan menggunakan senjata terampuh mereka. Begitu banyak perceraian, putus cinta, patah hati, penderitaan, dan jutaan air mata tumpah akibat hal ini pula. Karena itu tulisan kali ini selain menggugah gentlemanship para pria juga saya tujukan bagi para wanita.

Di jaman modern ini, peran wanita dan pria sudah begitu banyak berubah apabila dibandingkan dengan jaman kakek-nenek atau ayah-ibu kita dulu. Sekarang ini feminisme sudah begitu mengakar kuat di masyarakat kita membuat para wanita terpaksa menjadi seperti pria. Mereka dituntut untuk bisa mandiri, mengejar karir, pendidikan, kekayaan, dan dapat melakukan semua yang bisa dilakukan pria. Dan ini membuat wanita kebingungan mengenai perannya, akibatnya timbul standar baru dalam benak wanita sehingga mereka kesulitan mendapatkan pria berkualitas.

Tapi yang paling parah dari semua pengaruh feminisme itu, ironisnya, adalah hilangnyasifat feminin para wanita. Hilangnya sifat kewanitaan para wanita. Padahal justru hal ini adalah senjata terampuh wanita  untuk menaklukkan pria manapun (dalam konteks romansa). Dan sekaligus salah satu kekuatan utama wanita dalam mencapai pemenuhan diri dan eksistensinya sebagai manusia.

Para wanita silahkan berbangga, camkan hal ini: sifat feminin wanita adalah kekuatan yang jauh lebih kuat dari sifat maskulin pria yang paling jagoan sekalipun! Ia adalah semacam energi sangat kuat yang abstrak namun nyata dalam kehidupan.

Di akhir tahun 1960, seorang pria bernama Arthur Bremer bertekad untuk membunuh Presiden Amerika Serikat pada waktu itu, Richard Nixon. Ia telah merencanakan hal ini selama 3 tahun lamanya. Dan hari itu dia pergi dengan tekad luar biasa dan semangat membara untuk menunaikan tugasnya.

Di tengah-tengah kerumunan orang ramai ia berjalan dan mendekati sang Presiden. Mengambil jarak yang cukup untuk menembakkan pistolnya. Dengan penuh keyakinan dan tanpa keraguan sedikitpun, ia memasukkan tangannya ke saku jas dan memegang erat pistol. Sebentar lagi ia akan membuat sejarah..

Tapi tak disangka seseorang menabrak lengannya !!

Dengan penuh kemarahan karena konsentrasinya terpecah akibat gangguan tersebut, ia menoleh dan melihat seorang wanita. Seorang ibu bertubuh kecil mungil yang berkata padanya dengan lemah lembut, “Ohh! Maaf.. saya tidak sengaja.. apakah Anda baik-baik saja?”

Melihat sosok wanita yang begitu halus dan lemah lembut, penuh kasih sayang dan kepedulian, di detik itu juga Arthur Bremer mengurungkan niatnya membunuh sang Presiden. Karena ia tidak ingin sang wanita yang polos tersebut melihat sebuah pemandangan pembunuhan yang mengerikan. Ia tidak ingin wanita tersebut melihatnya melakukan pembunuhan yang sadis. Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana seorang pembunuh kemudian luluh oleh sikap sederhana dari seorang wanita? Yang bahkan tidak ia kenal?

Ini adalah kisah nyata yang ditulis Arthur Bremer sendiri dalam buku hariannya, yang lalu diterbitkan dengan judul An Assasin’s Diary. Dan ini sudah menjadi kisah klasik untuk menunjukkan betapa kekuatan sifat feminin wanita bisa menaklukan pria yang paling sadis sekalipun.

Dari kisah seorang Bremer sekarang kita geser pandangan kita kepada pria-pria di luaran sana. Percayakah Anda bahwa pria maskulin yang berkualitas, sedominan apapun, selalu mencair oleh sifat feminin wanita? Sikap positif ceria dan percaya diri namun penuh cinta kasih, penyayang, penyabar, perawat, pengalah, menghargai orang lain, penuh simpati dan empati, halus dan lemah lembut baik dari pembawaan maupun tutur kata?

Tanpa perlu mengikuti kompetisi maskulinitas seorang pria, wanita dapat memperoleh apa yang seharusnya menjadi haknya dengan cara yang jauh lebih mudah yaitu: dengan kekuatan sifat feminin. Sifat yang bisa dirasakan dari cara wanita berpakaian, cara berjalan atau duduk, cara berbicara, caranya menyentuh, caranya bercanda, caranya menghormati diri dan mengormati pria, semua memancarkan cahaya kewanitaan dari dalam dirinya. Dan dengan pengaruhnya, pria yang pemalas akan menjadi rajin, pria yang lemah menjadi kuat, pria yang keras menjadi lembut. Mungkin inilah alasan kenapa dikatakan bahwa di balik setiap pria yang hebat terdapat wanita yang jauh lebih hebat.

Namun perlu disadari oleh para pria bahwa wanita adalah bagian dari pria, ia adalah tanggung jawab seorang pria. Maka ketika wanita yang benar-benar menjadi seorang wanita secara langsung mereka mempriakan pria sebagaimana layaknya pria yaitu sosok manusia yang  bisa memberi rasa aman, perlindungan, dapat dipercaya dapat diandalkan dan dapat menjadi tumpuan. Dengan mengambil alih peran pria dalam hubungan, wanita akan mempersulit kedua belah pihak dalam menjalani perannya: pria yang maskulin dan wanita yang feminin.

Stereotip feminin bukan melulu seperti model iklan shampoo atau iklan perawatan tubuh yang mengedepankan penampakan luar, namun feminin adalah kekuatan dari dalam seorang wanita. Saya pribadi tidak bisa menjelaskan sifat ini lebih jauh karena faktanya saya seorang pria yang hanya bisa merasakan sifat feminin ini dengan hati, bukan dengan kata-kata.

Tidak ada Yin & Yin, atau Yang & Yang

Saya adalah orang yang meyakini bahwa sifat feminin tidak pernah hilang dari setiap wanita, ia ada di dalam. Hanya saja sifat ini seringkali terselubung oleh kerak-kerak penyesatan zaman dimana banyak wanita "dipaksa" menjadi pria - dan akhirnya banyak pria bertingkah, bahkan berperilaku menyerupai wanita. Begitupun sifat maskulin selalu ada dalam dada setiap pria, terlepas bahwa semakin banyak pria tidak pandai bersikap terbuka terhadap wanita, bermain dengan simbol dan tanda dalam komunikasi, padahal semua itu adalah milik para wanita.

Konservatif, tapi sejauh pengetahuan saya begitulah program awal kita sebagai manusia, keturunan Adam dan Hawa. Diciptakan berpasangan untuk saling melengkapi, bukan saling menggantikan. Kita spesies yang berada pada titik keseimbangan dan kesempurnaan sebagai mahluk-Nya. Berbeda dengan binatang atau tumbuhan.

Berbicara mengenai peran, cobalah duduk di sofa menonton Nat Geo atau Discovery Channel. Tanpa perlu jauh-jauh ke Afrika, kita dapat belajar pada kawanan singa yang hidup di padang pasir dimana jantan dominan memimpin kelompok dan bertugas lebih banyak melindungi kelompok tersebut dari kelompok singa lain atau dari hewan-hewan lain. Sedangkan singa betina lebih ke berburu makanan untuk kelompoknya dan merawat anak dari kelompok tersebut. Saat hasil perburuan didapat, maka singa jantan dominan yang lebih dulu merasakan hasil buruan tersebut setelah itu baru anggota kelompok lain bisa mencicipi. Hal ini akan bertolak belakang apabila kita melihat kehidupan laba-laba, dimana sang betina yang lebih dominan, dengan tubuh yang lebih besar, sang betina mengatur semuanya. Bahkan apabila sang jantan tidak pandai melarikan diri setelah pembuahan, maka sang jantan harus rela mengorbankan dirinya untuk disantap sang betina setelah sang jantan melakukan perkawinan.

Apakah saat ini ada kehidupan manusia yang seperti singa atau laba-laba? Ada! Silahkan lihat sekliling dan Anda akan dapati laki-laki yang "tertindas" oleh wanita seperti halnya laba-laba. Begitu pula wanita "tertindas" oleh pria seperti halnya singa betina. Bedanya, rasa tertindas itu hanya akan muncul pada benak manusia? semata-mata karena kita adalah manusia. Laba-laba atau singa tidak, karena mereka binatang. Tuhan menciptakan mereka demikian. Tidak pernah ada serikat singa betina yang menuntut pembagian hasil buruan 50:50 pada kesempatan pertama, tidak ada pula tim advokat laba-laba jantan yang menggugat standar keselamatan dalam proses perkawinan yang khidmat.

Tidak ada yin dan yin atau yang dan yang. Selalu saja Yin dan Yang yang akan berjalan beriringan. Seperti laba-laba dan singa, keseimbangan ini bahkan dapat kita temui dalam (maaf) penyimpangan hubungan homosexual/ lesbian sekalipun. Selalu ada yang menjadi dominan dan ada yang menjadi submisif. Ada yang menjadi maskulin dan ada yang feminin.

Masalahnya, di jaman ini, di mana setiap wanita ingin menjadi Carrie Bradshaw dan Paris Hilton serta menjadi seorang wanita super yang tidak membutuhkan pria , mencari wanita yang memancrkan sifat feminin seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Mereka memilikinya tapi tidak menyadarinya. Wanita yang memiliki sikap egois, kompetitif, kasar, selalu ingin mengatur dan memegang kendali, dan tidak butuh pria, akan menjadi wanita yang maskulin. Dan wanita yang maskulin hanya akan menarik pria-pria yang feminin, yang cengeng, tunduk pada wanita, tidak memiliki pendirian, terlalu sensitif dan emosional. Akibatnya Anda akan merasa cepat bosan dan ilfil. Karena memang pada dasarnya, naluri wanita membutuhkan pria yang maskulin yang dominan. Anda tidak bisa melawan kodrat Anda.

Tapi setidaknya kasus di atas lebih baik dibandingkan jika Anda, wanita maskulin, memiliki pasangan seorang pria yang juga maskulin (sementara itu memang kodratnya). Maka dapat dipastikan di dalam hubungan tersebut sering (kalau tidak dikatakan selalu) terjadi perang perebutan kekuasaan. Karena pria maskulin tidak akan pernah tunduk pada wanita maskulin. Ia hanya bisa ditundukkan dengan sifat feminin. Dalam bawah sadarnya wanita maskulin mengerti bahwa tugas seorang pria adalah menjadi pemimpin, tapi maskulinitas wanita yang sudah terpatri secara intuitif ingin merebut peran tersebut. Oleh karenanya besar kecenderungan untuk terjadi konflik dan tindakan saling menyakiti.

Perlu disadari oleh para wanita bahwa sifat feminin yang pria temukan pada ibunya, pada pasangannya, pada neneknya, pada ibu guru SD-nya dan pada setiap wanita yang ia kagumi, adalah bukti adanya benang merah ketertarikan pria pada sifat feminin. Karena itulah maka dikatakan setiap pria akan selalu mencari sosok wanita yang seperti ibunya. Tapi sebenarnya, bukan sosok seperti ibunya yang dicari, melainkan sosok wanita yang memancarkan sifat feminin yang sama. Sebuah sifat yang diturunkan Tuhan YME kepada wanita. Anugrah yang selayaknya dijaga.

Kemanapun dunia ini berputar, ke barat atau ke timur, semoga kita senantiasa mendapat naungan cinta dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Mengasihi. Tabik.

-----------------------
tulisan: K.S & irpun
edit by: K.S

0 comments:

Post a Comment

Visitors