Friday 22 April 2016

Anak-anak selalu antusias jika diajak bermain.
Ketika ada indoor playground untuk umum di hall, exhibition spot di mall atau di ruang publik manapun, apalagi dengan disediakan karpet luas sebagai alas bermain anak di antara mainan-mainan yg ada seperti perosotan, kuda-kudaan, ayunan, kolam bola, dll., maka seyogyanya para orang tua bisa mengajarkan satu etika sederhana kepada anak-anaknya; ikutlah menjaga kebersihan, jika tidak berkaus kaki maka telanjang kaki lebih baik alih-alih tetap memakai sendal/sepatu dan bersikap egois menginjak wahana bermain yang seharusnya bisa menjadi bersih dan lebih aman untuk para balita yang juga ada disitu.
Sudah dikasih wahana main gratis, kok ya ngotorin?
Namun memang, tentu tidak semua orang tua memahami hal tersebut, atau mungkin paham tapi merasa melepas alas kaki bukan suatu hal yang penting. Karena di wahana semacam itu, yang mungkin dihadirkan untuk acara promosi toys rental atau terwujud dari kebaikan hati manajemen tempat acara tuk menyediakan hiburan gratis, terkadang tidak dilengkapi "guards" seperti halnya playground berbayar.
Nah.. Hebatnya perilaku malas serta masa bodoh seperti itu ternyata menular, satu anak berlarian dan perosotan memakai alas kaki maka beberapa kemudian menyusul disertai dukungan penuh dari orang tuanya (baca; orang tua turut masuk wahana dengan beralas kaki).
Sungguh mereka para orang tua yang dari penampilannya keren-keren, tampak well educated, cerah bersinar seperti manusia kebanyakan duit!
Entah kenapa saya kok miris..
Hingga akhirnya saya bisa bersyukur dan tersenyum, karena kali ini ada 1 (satu) ayah yang walaupun dari penampilannya tampak sederhana, jauh dari ciri visual manusia atributif yang keren-keren tadi, sangat disiplin menenteng sepatu anaknya sembari menemani bermain sementara sepatunya ia letakan di pojok di luar karpet.
Ayah yang bersahaja ini tampak ceria sembari tetap teguh dengan nilai yang ia pegang: sikap sederhana melepas alas kaki ketika bermain di indoor playground.
Apa mungkin orang yang keren-keren itu berpikir bahwa melepas alas kaki itu kelakuan ndeso atau bagaimana ya? Ah, sudahlah. Mencoba mendukung ayah yang minoritas tersebut, serta merta saya mengeluarkan komando untuk anak-anak yang sedang saya gandeng.
"Anak-anak, lihat itu ada playground! Kalian siap bermain?"
"Siap!!" jawab mereka girang
"Lepas alas kaki, letakan di pojok dan bermain dengan gembira okay?"
"Ya!!"
"Ingat! Saling menyayangi dan berbagi dengan teman-teman!"
"Yaaa! Yeeeeeeeeee...."

Maka kakak beradik lucu yang menyimpan DNA leluhur saya pada tubuhnya itu pun berhamburan ke wahana. Bermain bergembira.
Memang... menjadi yang sedikit itu terkadang perlu keras kepala. Hingga akhirnya yang sedikit itu menjadi banyak. Tentu, jika tidak lenyap duluan oleh ATHG*? hehe..
Beberapa saat setelah wahana mulai sepi dan situasi berantakan kotor, di suatu waktu yg tak terasa karena anak asik bermain dan saya asik menulis, serta ayah bersahaja sumber inspirasi saya tadi sudah hilang entah kemana, beberapa petugas kebersihan datang. Pakdhe-pakdhe berseragam yang sigap dengan tools lengkap di pinggangnya merapihkan dan membersihkan.
Wah.. Sepertinya soal etika menjaga kebersihan melepas alas kaki tadi cuma ilusi saya saja!!
*ancaman tantangan hambatan dan gangguan.

0 comments:

Post a Comment

Visitors