Monday 25 August 2014

"LIES, DAMNED LIES, AND STATISTICS."
Is a phrase describing the persuasive power of numbers, particularly the use of statistics to bolster weak arguments. It is also sometimes colloquially used to doubt statistics used to prove an opponent's point.

Diatas adalah frase yang tepat menggambarkan kekuatan angka-angka, dimana statistik dianggap setara dengan kebohongan paling bohong yang memiliki kekuatan/ daya tipu tinggi. Karena statistik dapat digunakan dalam rangka membantu argumen yang lemah menjadi kuat. Tapi juga sekaligus bisa digunakan untuk melemahkan statistik yang digunakan oleh lawan.

Dan di sekitar kita terjadi! NYATA!

Contohnya saat pemilihan presiden (pemilu) 2014. Kita lihat hagemoni quick count sebagai pertunjukan angka-angka hasil pilpres bisa saling berbeda bahkan saling berlawanan. Seru! dan tiap capres pun merasa menang semua.

Sepengetahuan saya, Quick Count itu hanya didasarkan pada 1.800 s/d 2000 atau paling banyak 4.000 TPS sampel, dari total jumlah 545.000 TPS yang ada di seluruh NKRI (atau ada yang mengatakan 478.833 TPS, silahkan cek referensi masing-masing).

ADA LIMA RATUS RIBU LEBIH! TPS!
SEKALI LAGI, ADA LIMA RATUS RIBU LEBIH TPS, BROOO!

Jadi sampel untuk quick count itu berapa sich, 2000 s/d 5000 TPS, itu tidak sampai 10% dari total populasi TPS di seluruh NKRI. Atau kamu buat jadi 15% pun, itu tidak sampai separuh total TPS.

"Yaa..namanya juga sampel, kalo 100% bukan quick count keleees.."

YA, SAMPEL! ini masalahanya:

Sampel lah yang akan menentukan hasil akhir dari setiap quick count. Oke saya share apa yang saya pahami  soal quick count ini ya:

Misal saya tukang quick count pihak A. Saya akan ambil sampel bukan hanya 5.000, tapi bisa saja sampai 10.000 sampel TPS!! Dan saya akan saring dari 10.000 sampel tadi, menjadi hanya 5.000 TPS saja. Yang mana TPS hasil saringan saya tersebut, adalah TPS yang secara agregatnya akan memenangkan pihak A. Karena saya tukang quick count A gitu loh. Membela yang bayar.

Kok gitu?

Ya, ini namanya purposive sampling, pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).

Tehnik ini juga sering disebut JUDGEMENT SAMPLING! Dari namanya saja kita bisa paham. JUDGEMENT! Yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).

Hehe...Macam betul...

Tapi... katanya riil, nyata, asli, akurat?

Ya, itu riil, dan akurat (dalam lingkup sample yang ada). Bahkan ada yang berani berkoar 100% akurat! Ya bisa saja, dengan menggunakan angka-angka asli dari 5.000 TPS sampel (yang sudah saya pilah/ saring tadi). Maka saya menggunakan 100% data asli. Tidak ada penipuan. Benar toh?

Jadi kuncinya ada pada sampel.

Jika tukang quick count A bisa begitu, bagaimana dengan tukang quick count B?
Sama bisanya. Semua tukang quick count punya selera masing-masing soal sampel.

Jadi mau yang mana? Pilih saja dech....

Tapi yang jelas, keduanya efektif untuk membantu menggiring opini. Lagi-lagi, ada tiga kebohongan di dunia ini: kebohongan umumnya, kebohongan yang busuk dan terkutuk, serta.... statistik. CMIIW

0 comments:

Post a Comment

Visitors