Tuesday 12 May 2009

Ayah saya sekali lagi menjadi ketua panita TPS untuk pemilu 2009. Semalam saya diminta bantuan untuk mencetak sumpah dan janji pemilu untuk panitia. Normatif, benak saya berujar. Bunyi sumpahnya sangat ideal dan berwibawa. Sempat saya debat perihal pemotongan kalimat (intonasi) yang diketik dengan tanda koma pada naskahnya. Menurut saya kalimat yang sama dibaca dengan intonasi yang berbeda bisa memiliki makna yang berbeda. 

Tapi Ayah saya berkata:

"Udahlah bikin aja, kan Bapak yang mimpin sumpahnya tar intonasi dan pemisahan biar Bapak atur supaya orang-orang gak megap-megap"

Yah.agaknya sumpah itu tidak lah menjadi hal yang dianggap penting. Yang penting bagi para panitia penyelenggara, pemilu ini jangan sampe gatot (Gagal total!!) Harus sukses!

Seru

Ternyata pemilu kali ini lebih seru, pilihan calon anggota dewan, pilihan partai, begitu banyak seperti jajanan di pujasera. Dan bukannya memudahkan malah menyusahkan secara teknis. Mbah saya, Uwak saya yang sudah pada sepuh (menua) banyak yang mengeluh. Mereka memiliki jiwa yang muda dan bergairah namun lupa dengan penglihatan yang sudah tidak lagi tajam dan mata yang tidak lagi mampu membedakan puluhan wajah dalam satu lembar kertas.

Pada saat pencoblosan, seorang uwak berujar

"Kupret juuga,,, susah mbedain mukanya jadi ga dicotreng deh"

BINGO!!! satu suara golput.

Saat pagi menjelang siang, Uwak saya yang lain malah datang termehek-mehek ke rumah saya, tempat dimana keluarga besar berkumpul dan kongkow menunggu mood datang tuk beranjak ke TPS. Karena TPS hanya berjarak 50 langkah dari rumah. Kembali ke Uwak saya yang termehek-mehek tadi, mukanya sedih dan penuh emosi.

"Maaf seribu maaf, tolong contrengin Urip, saya baru tau dia nyaleg DPR-Pusat, baru telpon tadi pagi. Hiks..hiks..."

Oh..tampaknya Uwak saya menyesal, kenapa Urip sang anak pujaan hati baru mengabari pencalegannya pagi tadi. Sementara keluarga besarnya tak sempat menyepakati mencontreng nama Urip di bursa caleg. Malahan sudah terlanjur memberikan suaranya ke orang lain.

(moral: doa restu orang rua dan keluarga itu proiritas, inget2!)

Begitu ruwetnya menentukan pilihan bagi orang yang cenderung golput seperti saya. Di facebook chatting dengan kolega, dapatlah rekomendasi caleg yang kompeten. Di sms ada pesan dari teman untuk coblos caleg tertentu (Bapaknya), beberapa teman dekat juga mengabarkan orang tuanya mendaftar sebagai calon legislatif. Semalam jam 2 pagi telpon berdering dan saudara dari Jakarta minta dukungan. Beberapa saat kemudian telpon berdering lagi dan saudara saya yang lain minta dukungan untuk anaknya. Pagi setelah subuh Ibu saya mulai menceritakan caleg pilihannya. Bude saya datang dengan cerita caleg yang masih tetangganya. Uwak saya, Mbah saya, Pakde saya, dst.

"Uwahhh...........
SAYA GAK KENAL MEREKAAAAA!!!!
siap caleg-caleg itu???"

Yang aneh, kenapa Ayah saya yang ketua panitia di TPS tak banyak berbicara soal siapa yang dipilih ya? Mungkin sumpahnya dipahmai betul. Atau mungkin............beliau GOPUT?!

Hehe..KEREN loh Pak, seandainya ketua panitia TPS malah golput.

Catatan ini saya buat secara realtime. at the moment, di depan rapat keluarga yang ribut mencermati proses pemilu caleg (calon lagak-legek) hehe...

Mbah saya malah sempet berujar:

"Ini jaman akhir, tanda-tanda kiamat sudah dekat. Dimana kita sudah sulit membedakan orang mana yang baik, orang mana yang tidak baik.."

Yeah..Mbah, telat kaleee.dari dulu ini udah jaman akhir. Lah wong Nabi Besar Muhammad SAW itu sudah wafat kok. Tapi apa iya juga, Pemilu itu Tanda Kiamat? (dalam pengertian yang lebih luas) ?

Entahlah.

0 comments:

Post a Comment

Visitors